1. Proses pembuatan (produksi) MSG serta perubahan biokimia
yang terjadi selama proses pembuatan MSG
Gambar 1. Metabolisme oleh sel
(Glikolisis dan Siklus Krebs)
|
1.1 Proses Pembuatan
Pada
pembuatan Monosodium Glutamat melalui proses fermentasi dengan
menggunakan bakteri tertentu sampai terbentuk kristal-kristal bumbu penyedap.
Proses pembuatan diawali dengan pengumpulan bahan dasar yang bisa berasal dari
tebu, tapioka, singkong dan jagung yang diambil cairan tetesnya. Prinsipnya
semua bahan dasar itu mempunyai gula sehingga bisa diproses dalam fermentasi. Fermentasi
menggunakan medium nutrisi untuk memperbanyak mikroba atau bakteri. Selanjutnya
setelah tumbuh, bakteri dipindahkan ke media cair yang akan dipindahkan lagi ke
tangki produksi asam glutamat. Asam glutamat yang dihasilkan harus melalui
proses pemisahan dan pemurnian serta kristalisasi agar menjadi MSG.
Fermentasi
ini dikembangkan di Jepang pada tahun 1956 oleh Shukuo dan Kinoshita yang menggunakan
mikroorganisme Micrococcus glutamicus, untuk menghasilkan asam glutamat
dari medium yang mengandung glukosa dan amonia. Organisme lain yang dapat
digunakan untuk fermentasi adalah strain-strain tertentu dari Brevibacterium,
Microbacterium dan sebagainya. Umumnya organisme yang digunakan dalam
fermentasi asam glutamat memiliki ciri-ciri umum, yaitu bersel tunggal coccus
atau rod, gram positif, aerobik, tidak bersporulasi, tidak
berflagela, memerlukan biotin untuk faktor pertumbuhan esensialnya, pada
pembiakan aerobik dapat menghasilkan sejumlah besar asam glutamat dari
karbohidrat.
Setelah
tetes tebu dan glukosa difermentasi oleh bakteri akan menjadi asam glutamat
cair. Selanjutnya asam glutamat ditambah alkali (NaOH) atau natrium karbonat
(Na2CO3) yang kemudian berubah menjadi natrium
glutamat atau yang biasa disebut dengan monosodium glutamat (MSG).
Karena MSG masih berbentuk cairan dan berwarna keruh, perlu proses dekolorisasi
atau penghilangan warna dengan arang aktif. Setelah jernih melalui proses
kristalisasi dan pengeringan.
Kristalisasi
adalah proses dengan suhu untuk memisahkan bahan padat berbentuk kristal dari
suatu larutan atau suatu lelehan. Kristal yang terbentuk harus dipisahkan dari
sebagian besar larutan dengan cara penjernihan atau penyaringan. Bila perlu
proses dilanjutkan dengan pencucian dan pengeringan. Agar kristal terbentuk
dari larutan, larutan harus dalam keadaan lewat jenuh (unsaturated). Konsentrasi bahan yang dikristalkan harus lebih
tinggi dari pada kelarutannya pada suhu tertentu.
1.2
Perubahan Biokimia Selama Proses Pembuatan
a.
Pada
Proses Treatmen Molase
Bakteri tidak dapat
langsung memecah makromolekul seperti polisakarida, tapi makromolekul harus
diubah dahulu menjadi bentuk yang lebih sederhana dan menjadi monosakarida.
Sebelum difermentasi,
tetes tebu harus dilakukan proses Pretreated Cane Molases (PCM) untuk
menghilangkan garam-garam anorganik dan bahan koloid dalam molase,
menghilangkan kotoran yang dapat menyebabkan timbulnya kerak pada peralatan,
menghilangkan ion Ca2+ yang dapat merapuhkan kristal MSG.
Kandungan Ca molase berasal
dari proses pengolahan gula di pabrik gula pada tahap pemurnian gula. Tahap ini
ditambahkan susu kapur (Ca(OH)2) dan gas CO2 pada nira
sehingga terbentuk endapan CaCO3. Penurunan kadar Ca2+
direaksikan dengan H2SO4 menghasilkan Ca2SO4
sampai pH 3, penambahan LS (Low Steam) untuk meningkatkan suhu cane
molasses menjadi 600C sebagai katalis reaksi pengikatan Ca2+
oleh H2SO4.
Ca2+
+ H2SO4 CaSO4 + 2 H+
Reaksi
pengikatan Ca2+ oleh H2SO4 (Fenemma, 1996)
b.
Pada
Proses Fermentasi
Skala industri main fermentor sebagai
tangki fermentasi utama, yaitu tempat terjadinya fermentasi. Pada main
fermentor dilakukan sterilisasi menggunakan steam bersuhu 125oC
selama 30 menit. Media dalam main fermentor sama komposisinya dengan
media dalam seed, namun pada main fermentor tidak ditambah
biotin, karena biotin berfungsi merangsang pertumbuhan awal bakteri (menegakkan
fase log pertumbuhan bakteri), sehingga penambahan biotin cukup
ditambahkan pada seed media.
Suhu
dijaga konstan 31,5-37oC dengan cara mengalirkan process water melalui
cooling coil di dalam tangki main fermentor. Suhu 31,5oC
adalah suhu optimum saat fermentasi, serta merupakan suhu adaptasi bakteri pada
lingkungan baru dan pH dijaga sekitar 7,7 dengan penambahan NH3.
Proses ini berlangsung selama holding time 28-30 jam disertai dengan
pengadukan karena waktu fermentasinya lama maka perlu dilakukan penambahan
media atau feeding. Hal tersebut juga disebabkan oleh media yang
ditambahkan pada awal fermentasi sudah habis. Penambahan feeding bertujuan
sebagai sumber makanan dari bakteri, karena bakteri pada usia dewasa sehingga
bakteri dapat menghasilkan GA secara maksimal. Tangki juga dilengkapi dengan
pipa aerasi untuk suplai O2. Reaksi yang terjadi adalah:
C2H12O6
+ O2 + NH3 Glutamic
Acid + CO2 + panas
Reaksi
Pembentukan Asam Glutamat
Untuk membuang CO2
yang terbentuk, tangki juga dilengkapi dengan cyclon separator untuk
memisahkan cairan yang terikut bersama CO2. Selain itu pada tangki main
fermentor ditambahkan anti foam agent (AF) guna mencegah
timbulnya busa akibat pengadukan karena busa dapat mengakibatkan bakteri
kesulitan untuk mendapatkan oksigen. Tangki main fermentor ini
berjumlah 3 unit dengan kapasitas masing-masing 250 kL dan volume kerja fermentor
200 kL. Seperti halnya dengan tangki seed, setiap 2 jam dilakukan
analisa Optical Density (OD), Packed Cell Volume (PCV), Total Sugar (TS),
Dissolved Oxygen (DO) dan GA. Pada akhir proses fermentasi ini akan
dihasilkan broth yang terdiri dari bangkai bakteri, lumpur, sisa
media, kotoran dan asam glutamate yang akan diproses lebih lanjut pada Refinery
I.
c.
Pada Proses Pengendalian Fermentasi
Selama proses
fermentasi, kontrol dilakukan terhadap beberapa faktor yakni O2, NH4+,
pH, asam phosphate dan biotin. Apabila aerasi selama fermentasi cukup akan
terbentuk asam glutamate sedangkan apabila kurang akan terbentuk asam laktat
atau suksinat. Ammonia (NH4+) dimanfaatkan oleh mikroba
sebagai sumber nitrogen. Apabila jumlahnya kurang maka akan terbentuk asam
α-ketoglutarat sedangkan apabila berlebih akan terbentuk glutamin.
Pengaturan pH juga
berpengaruh pada hasil fermentasi, dimana pH yang asam akan membentuk glutamin
dan N-acetoglutamin. Sedangkan pada pH netral atau basa lemah, asam glutamate
akan terbentuk optimal. Penambahan asam phosphate yang kurang akan menghasilkan
valin sedangkan adanya biotin yang berlebih akan membentuk asam laktat dan asam
suksinat.
Selain itu juga
seperti halnya proses fermentasi pada umumnya, suhu fermentasi diatur atau di
set sesuai dengan suhu optimum dari mikroba yang digunkan agar mikroba tersebut
dapat lebih optimum berperan dalam proses fermentasi tadi.
1.3 Penjelasan Letak Biokimia dengan Gambar
Jika kita kembali pada materi proses pemecahan (katabolisme)
dan anabolisme (pembentukan) senyawa-senyawa kimia seperti pada gambar 1 di
atas yang sering disebut metabolisme sel khususnya pada proses glikolisis, dan
masuk pada siklus krebs. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa fermentasi MSG
dibuat dari glukosa dan hal ini melalui proses dalam biokimia sering disebut
glikolisis. Kemudian masuk proses siklus krebs agar terbentuk asam glutamat,
yang mana asam ini terbentuk dari senyawa turunan dari glukosa yang membutuhkan
beberapa bahan tambahan seperti pada gambar, yaitu senyawa turunan dari protein
dan lainnya seperti, NH4+, asam phosphate, biotin, pH dan
juga oksigen yang sama pada gambar siklus krebs pada umumnya. Dalam siklus
krebs ada bagian yang akan membentuk asam laktat maupun suksinat sampai asam
α-ketoglutarat, yang mana ketiga senyawa ini bukan produk yang dikehendaki
dalam pembuatan MSG dan untuk mengendalikannya dengan menambahkan senyawa lain
secara tepat saat turunan glukosa memasuki siklus krebs agar produksi menjadi
asam glutamat dapat terjadi.
2. Bahan yang dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan MSG
Dahulu
di Cina senyawa pembangkit cita rasa yang kini dikenal sebagai MSG diproduksi
dari rumput laut. Tapi kini MSG dibuat dan diproduksi secara besar-besaran
dengan menggunakan bahan mentah gluten dari gandum, jagung, kedelai, serta dari
hasil samping pembuatan gula bit atau molase. MSG juga dapat dibuat dari
hasil samping fermentasi karbohidrat. Secara komersial MSG biasanya dibuat dari
gluten gandum, hasil samping gula bit, atau molase.
2.1 Tetes Tebu
Bahan baku pembuatan MSG adalah tetes tebu, dextrose,
dan raw sugar. Gula yang dimanfaatkan bakteri sebagai substrat
adalah fermentable sugar. Fermentable sugar merupakan total gula yang
dapat difermentasi oleh bakteri, yaitu sukrosa, fruktosa dan glukosa.
- Sukrosa karena merupakan sumber karbon sebagai substrat oleh bakteri. Kandungannya 38% dan batas minimalnya 30%. Jika kurang dari 30% merupakan sumber substrat yang tidak sesuai sehingga pertumbuhan bakteri tidak maksimal.
- Fruktosa dan Glukosa juga digunakan oleh bakteri sebagai substrat dalam proses fermentasi. Kadar glukosa 6% dan fruktosa 7%.
2.2 Selain Tetes Tebu
Selain molase
untuk bahan baku, tepung tapioka yang merupakan pati dan raw sugar juga bisa digunakan. Dextrouse (glukosa)
terbuat dari tepung tapioka (polisakarida). Polisakarida harus dihidrolisis
oleh enzim spesifik sehingga menjadi monosakarida. Proses pemecahan tersebut
dilakukan pada proses SOD (Solution of dextrouse). Secara umum SOD
terdiri dari 3 tahap, yaitu:
- Preparasi, tahap ini dilakukan persiapan bahan baku yaitu tepung tapioka ditambah air, serta perlakuan pendahuluan dengan mengatur komposisi larutan antara tepung tapioka, hot water (HW) dan Process Water (PW) sehingga didapat suhu sekitar 480C.
- Tahap Liquifikasi, tahap ini digunakan enzim amylase (liquozyme) untuk memecah ikatan α-1,4 glikosidik. Enzim ini memecah pati menjadi maltosa, maltotriosa, dekstrin dan sebagian kecil menjadi glukosa.
- Sakarifikasi, pada tahap ini digunakan enzim glukoamilase (dextrozyme) dengan merk dagang enzim AMG. Enzim ini mampu memecah disakarida menjadi monosakarida.
2.3 Perbedaan Tetes Tebu dan Beet
Molase
Tabel 1. Perbedaan Tetes Tebu dan Beet Molase
|
3.
Bahan selain bahan baku (Bahan Pendukung) dalam pembuatan MSG
3.1
Asam sulfat (H2SO4)
Asam sulfat
digunakan dalam proses molases treatment di unit fermentasi yang
berfungsi untuk mengendapkan Ca2+ yang ada dalam tetes tebu.
3.2
Amoniak (NH3)
Amoniak
digunakan dalam proses fermentasi dan isolasi. Penggunaan amoniak berfungsi
untuk mendapatkan cairan dengan pH atau derajat keasaman yang diinginkan.
Selain itu amoniak juga digunakan sebagai pengganti urea.
3.3
Natrium Hidroksida (NaOH)
NaOH digunakan
pada proses isolasi dan refining, berfungsi untuk memperoleh pH yang
diinginkan dan mengubah asam glutamat menjadi monosodium glutamat.
3.4
Asam Klorida (HCl)
HCl digunakan
pada proses hidrolisa yang berfungsi untuk menghidrolisis asam amino yang ada
di Glutamic Mother II (GM II).
3.5
Defoamer CC 222 atau antifoam
Defoamer ditambahkan
pada proses fermentasi untuk menghilangkan busa atau gelembung udara yang
mengganggu jalannya proses produksi.
3.6
Urea (CO(NH2))
Urea digunakan
sebagai sumber nutrien untuk perkembangbiakan bakteri yang ada di tangki seeding
dan tangki fermentor.
3.7
Asam phosphat (H3PO4)
Asam phosphat
digunakan sebagai sumber nutrien perkembangbiakan bakteri.
3.8
Magnesium sulfat (MgSO4)
Magnesium sulfat
berfungsi sebagai sumber nutrien perkembangbiakan bakteri yang ada di tangki seeding
dan fermentor.
3.9
Mangan sulfat (MnSO4)
Bahan ini
memiliki fungsi yang sama dengan asam phosphat, urea dan magnesium sulfat yaitu
sebagai sumber nutrien perkembangbiakan.
4.0
Penicillin
Penicillin
digunakan untuk membatasi jumlah pertumbuhan bakteri.
4.1
Karbon Aktif
Karbon aktif
digunakan pada proses refining yang berfungsi untuk proses penjernihan
atau dekolorisasi.
4.2
Aronvis
Bahan ini
berfungsi sebagai koagulan dalam proses molasses treatment.
4.3
Asam nitrat
Asam nitrat
digunakan pada proses fermentasi sebagai sumber nitrogen bagi perkembangbiakan
bakteri.
4.4
Besi sulfat (FeSO4)
Besi sulfat
digunakan sebagai bahan penyusun media fermentasi.
4.5
Celite (Celaton)
Celite berfungsi
melapisi filter pada proses pembuatan HS (Hydrogen Source).
4.
Efek Mengonsumsi MSG
4.1
Bahaya MSG pada Skala Eksperimen
Jurnal Neurochemistry International (Maret 2003)
melaporkan, pemberian MSG sebanyak 4 mg/g berat badan ke bayi tikus
menimbulkan neurodegenerasi berupa jumlah neuron lebih sedikit dan rami dendrit
(jaringan antar sel syaraf otak) lebih renggang. Kerusakan ini terjadi perlahan
sejak umur 21 hari dan memuncak pada umur 60 hari. Jila disuntikkan tikus
dewasa, dosis yang sama menimbulkan gangguan pada neuron dan daya ingat. Pada
pembedahan, ternyata terjadi kerusakan pada nucleus
arkuatus dihipothalamus (pusat pengolahan impuls syaraf).
Sedangkan menurut Jurnal Brain Research, pemberian MSG 4 mg/g terhadap tikus hamil hari ke
17-21 menunjukkan bahwa MSG mampu menembus plasenta dan otak janin menyerap MSG
dua kali lipat daripada otak induknya. Juga 10 hari setelah lahir, anak-anak
tikus ini lebih rentan mengalami kejang daripada induknya yang tidak mendapat
MSG. Pada usia 60 hari, keterampilan mereka juga kalah dari kelompok lain yang
induknya tidak mendapat MSG. Tetapi kelompok anak-anak tikus yang mendapat MSG
pada penelitian diatas justru lebih gemuk. Ternyata, MSG juga meningkatkan
ekskresi insulin sehingga tikus-tikus tersebut cenderung menderita obesitas.
Pada penelitian lain, bila diteruskan sampai 3 bulan, ternyata akan
terjadi resistensi terhadap insulin dan berisiko menderita diabetes.
Penelitian lain di Journal
of Nutritional Science Vitaminologi bulan April 2003, pemberian MSG
terhadap tikus juga mengganggu metabolisme lipid dan aktivitas enzim
antioksidan di jaringan pembuluh darah, menjadikan risiko hipertensi dan
penyakit jantung. Kerusakan enzim antioksidan ini ternyata yang juga
menimbulkan kerusakan kronis di jaringan syaraf. Secara umum, antioksidan
memang berperan penting bagi kesehatan di seluruh bagian tubuh.
4.2
Kasus dalam Berita tentang MSG dan Penderita Autis
Katherine
Reid seorang biokimia sudah melakukan berbagai upaya mengobati anaknya yang
autis. Mulai dari menerapkan pola makan bebas tepung, minum suplemen minyak
ikan dan vitamin B Kompleks. Tapi tidak memberikan perubahan signifikan. Namun
ia melihat perbedaan yang mengejutkan dari perilaku putrinya setelah ia
menghilangkan penggunaan MSG.
"Kami mendapatkan
kelimpahan MSG, ada dalam 95% dari makanan olahan, dan kita tidak perlu dalam
diet kita," kata Reid dari San Francisco Chronicle seperti melansir nydaily,
Sabtu (22/3/2014).
Tidak
ada studi yang membuktikan klaim Reid. Tapi orang tua dari anak-anak autis kini
semakin berfokus pada membatasi makanan olahah dari pola makan sehari-hari
sebagai upaya pengobatan. Reid dan suaminya mulai mencurigai ada masalah
kesehatan dengan putrinya, Brooke ketika ia berusia dua tahun. Brooke tidak
bisa fokus pada kontak mata, memiliki masalah perut yang parah dan tenggelam
dalam aktivitas yang sama berjam-jam. Ia sudah melakukan berbagai upaya
termasuk menjaga asupan makanan. Hingga akhirnya ia menemukan sebuah artikel di
internet dari orang tua yang mengurangi penggunaan MSG dari makanan anaknya
yang autis.
Reid
setuju dan yakin kalau jumlah terlalu banyak MSG dalam tubuh menyebabkan
kekacauan neurologis dan bertindak sebagai neurotransmitter. Brooke kata Reid,
kini sudah bisa terlibat dalam situasi sosial yang umum, bukan lagi pada
pendidikan khusus anak-anak autisme.
4.3 Bahaya
pada Manusia
a. Penambahan MSG pada makanan dapat menurunkan kandungan zat gizi makanan
tersebut, sehingga nilai gizinya pun menurun.
b. Penambahan MSG memang dapat meningkatkan kadar natrium dalam makanan.
Dalam 1 gram MSG, kira-kira mengandung 200 mg natrium. Natrium merupakan zat
yang harus dibatasi oleh kelompok usia lanjut, terutama mereka yang mengidap
penyakit jantung, hipertensi, dan ginjal. Asam glutamat bebas ini bersifat
eksitotoksik sehingga dihipotesiskan akan bisa merusak neuron otak bila sudah
melebihi kemampuan otak mempertahankannya dalam kadar rendah.
c. Pada kelompok orang yang sensitif terhadap MSG, yang berakibat muncul
keluhan berupa : rasa panas di leher, lengan dan dada, diikuti kaku-kaku otot
dari daerah tersebut menyebar sampai ke punggung. Gejala lain berupa rasa panas
dan kaku di wajah diikuti nyeri dada, sakit kepala, mual, berdebar-debar
dan kadang sampai muntah. Gejala ini mirip dengan Chinese Restaurant
Syndrome, tetapi kemudian lebih tepat disebut MSG Complex Syndrome.
Sindrom ini terjadi segera atau sekitar 30 menit setelah konsumsi,
dan bertahan selama sekitar 3 - 5 jam. Berbagai survei dilakukan, dengan
hasil persentase kelompok sensitif ini sekitar 25% dari populasi.
d. Pada penderita asma, yang banyak mengeluh meningkatnya serangan setelah
mengkonsumsi MSG. Munculnya keluhan dikedua kelompok tersebut terutama pada
konsumsi sekitar 0,5-2,5 gram MSG. Sementara untuk penyakit-penyakit kelainan
syaraf seperti Alzheimer dan Hungtinton chorea, tidak didapatkan hubungan
dengan konsumsi MSG.
e. MSG dapat memicu penyakit kanker
Bila MSG itu dipanaskan, seperti
digoreng dengan minyak, apa lagi kalau dengan cara deep fried dan
alat pressure cooker maka ia akan pecah menjadi 2 zat kimia
baru yang sangat berbeda dengan zat aslinya, yakni Glutamic pyrlosied 1 (Glu-P-1,
Amino-methyl dipyrido imidazole) dan Glu-P-2 (amino dipyrido imidazole). Kedua zat bersifat mutagenik
(menyebabkan kelainan genetik) dan karsinogenik (menyebabkan kanker). Dengan
Uji Ame's, kedua zat ini secara konsisten mengakibatkan mutagenik pada kuman Salmonellaty
phimurium dan pada tikus dan mencit menyebabkan kanker kerongkongan,
lambung, usus, hati, otak, mammae dll. Kedua zat tadi jauh lebih potensi
dibandingkan dengan Aflatoksin yang hanya menyebabkan kanker hati saja.
f. Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui
terbentuknya angiotensin II dari angiotensin
I-converting enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam
mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di
hati. Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah
menjadi angiotensin I. Oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I
diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan
kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
Aksi pertama, meningkatkan sekresi
hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. Dengan meningkatnya ADH, sangat
sedikit urin yang disekresikan ke luar tubuh, sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya,
volume darah meningkat, yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua, merangsang sekresi aldosteron
dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan
penting pada ginjal, untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron
akan mengurangi sekresi NaCl (garam) dengan cara mengabsorpsi dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl dan sodium (natrium) dalam MSG akan diencerkan
kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada akhirnya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Seperti yang telah dijelaskan,
natrium memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi. Konsumsi
natrium (pada garam dapur dan dalam MSG) yang berlebihan menyebabkan
konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk
menormalkannya, cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan
ekstraseluler meningkat, hal ini menyebabkan meningkatnya volume darah,
sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi.
g. MSG juga dapat
menimbulkan berbagai masalah seperti kegemukan dan depresi. Jika MSG digunakan
secara berlebihan dapat menimbulkan efek negatif bagi tubuh, 12 gram MSG per
hari dapat menimbulkan gangguan lambung, gangguan tidur, dan mual-mual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah meninggalkan lapak Anda disini.