Apa yang Anda cari disini.?

Laman

Minggu, 24 November 2019

CLEANING DAN SANITASI PROSES CLEANING


Dalam kebanyakan kasus, proses cleaning akan mencakup langkah-langkah di bawah ini, walaupun mungkin ada beberapa variasi:

1. Mengeluarkan semua produk ingredient, dan kemasan dari area yang akan dibersihkan atau melindunginya dari kontaminasi yang mungkin terjadi sebelum memulai proses cleaning.
2. Membongkar peralatan seperlunya untuk memastikan ada ruang yang cukup untuk pembersihan secara menyeluruh.
3. Melepaskan semua hubungan dengan arus listrik atau sumber tenaga lainnya untuk mencegah kerusakan peralatan dan kecelakaan kerja selama proses cleaning. Ikutilah semua prosedur keamanan yang disyaratkan dalam pabrik.
4. Secara manual, hilangkan kotoran yang besar dan kosongkan semua wadah, tempat penangkapan(catch pans), chute pemisah (diversion chutes), dsb
5. Bilas peralatan dengan air (persyaratan suhu disesuaikan dengan jenis kotoran) untuk menghilangkan kotoran yang masih ada.
6. Gunakan senyawa yang bersifat alkali lemah yang dilarutkan dalam air panas (130 – 160 oF; 54- 71 oC) dengan system yang sesuai, yang akan dijelaskan kemudian dalam bahan training ini.
7. Secara manual gosoklah kotoran dan sisa-sisa yang belum hilang dengan metode di atas.
8. Bilas dengan air dingin atau air hangat.
9. Gunakan larutan sanitasi (untuk mengurangi kontaminan mikrobiologi hingga level yang aman).
10. Bilas dengan air panas atau seperti yang tercantum dalam label instruksi penggunaan bahan pembersih atau sanitasi.
11. Buang sisa-sisa air yang ada dan keringkan dengan menyeluruh.

PROSES CLEANING BASAH
Proses cleaning basah digunakan apabila tujuannya untuk menghilangkan semua sisa-sisa kotoran dari peralatan yang akan disanitasi. Hal in mencakup langkah-langkah berikut ini:
1. Pre-rinse (Pembilasan awal) 2. Penggunaan deterjen 3. Post-rinse (Pembilasan akhir) 4. Cleaning dengan pembilasan senyawa asam secara periodic (bila perlu) 5. Pembilasan dengan larutan sanitasi 6. Pembilasan terakhir, bila diperlukan.
PRE-RINSING (PEMBILASAN AWAL)
Pre-rinsing penting untuk meminimalkan kotoran dalam system cleaning dan dapat secara efektif menghilangkan hingga 90% kotoran yang dapat larut. Selanjutnya larutan deterjen melepaskan dan membersihkan kotoran yang tersisa dan post-rinse mencegah kotoran kembali melekat pada permukaan yang sudah bersih.
BAHAN-BAHAN CLEANING DAN SANITASI
Memilih pembersih atau larutan sanitasi yang akan digunakan tergantung pada sifat kotoran yang akan dibersihkan, peralatan yang akandibersihkan dan potensi bahaya terhadap konsumen. Selain factor-faktor ini, Anda harus menentukan tingkat kebersihan yang diperlukan untuk suatu alat tertentu dan untuk produk yang sedang diproduksi. Pertimbangan-pertimbangan ini akan menentukan tujuan cleaning, apa yang akan dicapai, dan metode. Pemilihan senyawa pembersih tergantung pada sejumlah faktor yang saling berkaitan, yaitu :
1. Tipe dan jumlah kotoran pada permukaan
2. Sifat permukaan yang akan dibersihkan
3. Sifat fisik senyawa pembersih (cairan dan serbuk
4. Metode cleaning yang ada
5. Kualitas air yang tersedia
6. Biaya

PENGGUNAAN ZAT-ZAT CLEANING/PEMBERSIH SOAKING (PERENDAMAN)
Ada banyak cara untuk menggunakan zat dan larutan untuk membersihkan permukaan peralatan. Cara yang digunakan umumnya ditentukan oleh efektivitas dan biaya yang diperlukan. Di bawah ini beberapa deskripsi sederhana mengenai cara yang paling sering sering digunakan.
Peralatan-peralatan kecil, baki, nampan, dan benda-benda kecil lainnya dapat direndam dalam larutan pembersih dalam suatu bak, sementara peralatan yang lebih besar seperti mangkuk untuk mencampur, dapat diisi sebagian dengan pembersih yang sudah dilarutkan. Larutan C) dan peralatan( F (52(pembersih yang digunakan harus panas – 125 dibiarkan terendam selama 15 – 30 menit sebelum digosok secara manual atau mekanis.
METODE PENYEMPROTAN/SPRAY
Larutan pembersih dapat disemprotkan ke permukaan peralatan dengan menggunakan unit penyemprot yang terpasang tetap ataupun yang portable, dengan air panas atau steam. Metode ini paling umum digunakan di pabrik roti.
SISTEM CLEAN-IN-PLACE (CIP)
Metode ini merupakan system pembersihan otomatis yang umum digunakan untuk system perpipaan yang permanen; dalam pembersihan dengan system CIP, turbulensi cairan dalam pipa dianggap sebagai sumber energi utama untuk menghilangkan kotoran. Pada program ini mutlak diperlukan ketepatan akan pemilihan bahan pembersih dan sanitasi, karena proses pembersihan dilakukan dengan mekanisme yang sistemetik dan tanpa disentuh oleh tangan manusia. Selain itu ada pula unsur time, temperature, chemical concentration dan mechanical action yang akan bekerja secara otomatis. Dan tidak jarang kita menjumpai tidak hanya satu jenis bahan pembersih saja yang dipakai untuk membersihkan permukaan suatu bidang.

Ada beberapa tipe dalam program CIP, antara lain:
3 langkah (step)
5 langkah (step)
7 langkah (step)
CIP dengan 3 Step terdiri dari
Bilas (rinse)
Cuci (cleaning) , dengan alkali atau acid
Bilas akhir (final rinse )
Jika memakai CIP dengan 5 Step terdiri dari :
Bilas (first rinse)
Cuci (cleaning ) dengan alkali atau acid
Bilas (intermediate rinse)
Sanitasi (sanitize)
Bilas (final rinse)
Sedangkan apabila menerapkan CIP dengan 7 langkah, maka akan dilakukan:
Bilas (first rinse)
Cuci (cleaning ) dengan alkali
Bilas (intermediate rinse)
Cuci (cleaning ) dengan acid
Bilas (pre final rinse)
Sanitasi (sanitize)
Bilas (final rinse)
Jika kita amati dari aktifitas pembersihan dan sanitasi, baik yang memakai cara manual maupun CIP (Cleaning In Place) atau boleh juga disebut sebagai CCC (Closed Circuit Cleaning), maka sentuhan akhir pada kegiatan ini adalah sanitasi sebelum final rinse.
Pos Sanitasi akan menjadi sangat penting artinya dan juga menjadi parameter yang signifikan bagi kesempurnaan/kelengkapan suatu proses pembersihan dan sanitasi yang menjadi harapan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Pemilihan suatu bahan sanitasi saat ini hendaklah dipertimbangkan dengan baik, bijak dan mempunyai unsur-unsur sbb :
– Biodegradable
– Halal
– Tidak mengikut sertakan bahan yang tidak diperkenankan seperti formalin/formaldehyde

SISTEM CLEAN-OUT-OF-PLACE
Sistem Clean–out–of–Place – Banyak bagian kecil dapat dicuci dengan efektif dalam alat pencuci yang menggunakan system sirkulasi balik, kadang-kadang disebut COP. Unit ini mirip dengan pencuci pipa sanitary dalam hal digunakannya tank sanitary yang umumnya digabungkan dengan pompa resirkulasi dan alat pendistribusi yang menyediakan cukup agitasi pada larutan pembersih. Pada beberapa kasus, pencuci peralatan ini juga dapat berfungsi sebagai unit resirkulasi untuk pelaksanaan pembersihan CIP.
PEMAKAIAN BUSA/FOAMING
Metode ini menggunakan campuran surfaktan pekat yang ditambahkan ke dalam larutan pembersih alkali atau asam pekat. Campuran ini menghasilkan busa yang banyak dan stabil apabila digunakan dengan alat yang disebut ‘foam generator/alat pembentuk busa’. Busa akan melekat pada permukaan yang akan dibersihkan, menambah waktu kontak antara cairan pembersih dengan kotoran dan mencegah pengeringan dan aliran cairan pembersih yang terlalu cepat, dengan demikian memperbaiki proses pembersihan.
GELLING
Metode ini menggunakan serbuk pembentuk gel yang pekat, yang dilarutkan dalam air panas untuk membentuk gel yang kental. Pembersih yang diinginkan (deterjen asam atau basa) dilarutkan dalam gel, dan campuran yang terbentuk disemprotkan pada permukaan yang akan dibersihkan. Pembersih gel ini akan membentuk lapisan tipis pada permukaan, yang dibiarkan selama 30 menit atau lebih untuk membersihkan kotoran. Kotoran dan gel selanjutnya dibersihkan sebelum mengering dengan membilasnya dengan air hangat bertekanan.
CLEANING DENGAN TEKANAN TINGGI
Sistem pembersihan hidrolik umumnya digunakan untuk membersihkan bagian luar peralatan, lantai, dan beberapa permukaan bangunan. Pembersihan dengan tekanan tinggi didasarkan pada atomisasi senyawa pembersih melalui nozzle penyemprot bertekanan tinggi. Efektivitas pembersihan sangat tergantung pada tenaga larutan pembersih yang mengenai permukaan, yang dapat dikendalikan melalui desain nozzle.
EFISIENSI CLEANING DAN SANITASI
TIPE DAN KONDISI KOTORAN YANG AKAN DIBERSIHKAN
Pemilihan zat pembersih yang tepat, konsentrasi pembersih, waktu kontak dengan permukaan, tenaga atau kecepatan yang digunakan, dan temperatur, semuanya penting untuk menghasilkan usaha cleaning yang baik. Masing-masing faktor di atas dapat disesuaikan secara terpisah untuk kegiatan cleaning secara rutin hingga kegiatan cleaning untuk menangani masalah tertentu. Faktor-faktor ini dapat bervariasi dari cleaning secara manual dengan tangan sampai cleaning dengan tekanan tinggi dan tergantung pada jenis dan kondisi kotoran yang akan dihilangkan.
SUHU
Proses cleaning dapat ditingkatkan dengan meningkatkan energi yang digunakan. Waktu dan suhu, misalnya, dapat diubah-ubah untuk menyesuaikan kegiatan cleaning baik cleaning rutin maupun cleaning untuk suatu masalah tertentu.
Temperature sangat penting dalam pelaksanaan cleaning. Meningkatkan temperatur dapat menghasilkan beberapa pengaruh : 1. Mengurangi kekuatan ikatan antara kotoran dan permukaan yang akan dibersihkan. 2. Mengurangi kekentalan dan meningkatkan tenaga turbulensi. 3. Meningkatkan kelarutan bahan-bahan yang dapat larut 4. Meningkatkan tingkat reaksi kimia.
Bagaimanapun juga, peningkatan temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan masalah yang lebih sulit dibersihkan. Misalnya, temperatur di atas titik denaturasi protein akan meningkatkan adesi/gaya ikat protein terhadap permukaan, sehingga efisiensi cleaning menjadi berkurang.
WAKTU
Apabila semua faktor yang lain konstan, peningkatan waktu kontak detergen dengan kotoran akan meningkatkan efektivitas cleaning. Selama waktu kontak untuk mencapai efektivitas maximum deterjen, personil dapat mengerjakan pekerjaan penting yang lainnya. Bagaimanapun juga, meningkatkan waktu kontak hingga melebihi titik tertentu hanya sedikit meningkatkan efektivitas. Ada waktu kontak minimum untuk mencapai pembersihan yang efektif, dan secara praktis ada juga waktu maximum untuk mencapai hasil yang diinginkan secara ekonomis. Melampaui batas waktu maximum dapat menjadikan larutan pembersih dingin dan kehilangan kemampuannya untuk melarutkan kotoran atau menahan kotoran dalam bentuk suspensi. Akibatnya kotoran akan kembali melekat pada permukaan peralatan.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFISIENSI CLEANING
Pemilihan zat pembersih yang tepat, konsentrasi pembersih, waktu kontak dengan permukaan, tenaga atau kecepatan yang digunakan, dan temperatur, semuanya penting untuk menghasilkan usaha cleaning yang baik. Masing-masing faktor di atas dapat disesuaikan secara terpisah untuk kegiatan cleaning secara rutin hingga kegiatan cleaning untuk menangani masalah tertentu. Faktor-faktor ini dapat bervariasi dari cleaning secara manual dengan tangan sampai cleaning dengan tekanan tinggi dan tergantung pada jenis dan kondisi kotoran yang akan dihilangkan.
Proses cleaning dapat ditingkatkan dengan meningkatkan energi yang digunakan. Waktu dan suhu, misalnya, dapat diubah-ubah untuk menyesuaikan kegiatan cleaning baik cleaning rutin maupun cleaning untuk suatu masalah tertentu.
Temperature sangat penting dalam pelaksanaan cleaning. Meningkatkan temperatur dapat menghasilkan beberapa pengaruh : 1. Mengurangi kekuatan ikatan antara kotoran dan permukaan yang akan dibersihkan. 2. Mengurangi kekentalan dan meningkatkan tenaga turbulensi. 3. Meningkatkan kelarutan bahan-bahan yang dapat larut 4. Meningkatkan tingkat reaksi kimia.
Bagaimanapun juga, peningkatan temperatur yang terlalu tinggi dapat menyebabkan masalah yang lebih sulit dibersihkan. Misalnya, temperatur di atas titik denaturasi protein akan meningkatkan adesi/gaya ikat protein terhadap permukaan, sehingga efisiensi cleaning menjadi berkurang.
Apabila semua faktor yang lain konstan, peningkatan waktu kontak detergen dengan kotoran akan meningkatkan efektivitas cleaning. Selama waktu kontak untuk mencapai efektivitas maximum deterjen, personil dapat mengerjakan pekerjaan penting yang lainnya. Bagaimanapun juga, meningkatkan waktu kontak hingga melebihi titik tertentu hanya sedikit meningkatkan efektivitas. Ada waktu kontak minimum untuk mencapai pembersihan yang efektif, dan secara praktis ada juga waktu maximum untuk mencapai hasil yang diinginkan secara ekonomis. Melampaui batas waktu maximum dapat menjadikan larutan pembersih dingin dan kehilangan kemampuannya untuk melarutkan kotoran atau menahan kotoran dalam bentuk suspensi. Akibatnya kotoran akan kembali melekat pada permukaan peralatan.
SANITASI-LANGKAH YANG BERBEDA
Sanitasi, sering dianggap sebagai salah satu bagian proses cleaning. Seharusnya sanitasi dianggap sebagai bagian yang berbeda dan terpisah dari proses cleaning. Apabila proses cleaning tidak efektif untuk menghilangkan semua tumpukan kotoran, sangatlah tidak mungkin larutan sanitasi yang digunakan dapat menjadi efektif. Alasan utama penggunaan prosedur sanitasi yang efektif adalah untuk membunuh semua organisme penyebab penyakit yang mungkin ada pada peralatan atau perlengkapan setelah dibersihkan, dan dengan demikian mencegah pemindahan organisme tersebut ke dalam makanan yang sedang diproses dan selanjutnya pada konsumen. Selain itu, prosedur sanitasi dapat mencegah kerusakan makanan. Keberadaan mikroba di lingkungan yang berhubungan dengan makanan harus dikendalikan dengan ketat. Pada kondisi yang tepat, mikroba yang dianggap tidak membahayakan dapat menyebabkan masalah. Mikroorganisme ini dapat berkembang dalam jumlah besar sehingga menyebabkan warna tidak bagus, bau tidak enak dan rasa tidak enak dalam produk makanan. Pertumbuhan yang tidak terlihat sering mengakibatkan pembuangan produk dan kerugian penghasilan.
BAHAN SANITASI YANG IDEAL
Larutan sanitasi yang “ideal’ harus memiliki karakteristik-karakteristik di bawah ini : 1. Membunuh mikroorganisme dengan cepat. 2. Aman dan tidak menyebabkan iritasi pada pekerja. 3. Aman bagi konsumen dan dapat diterima oleh badan-badan pembuat peraturan. 4. Tidak perlu dibilas. 5. Tidak menyebabkan efek besar pada makanan yang sedang diproses. 6. Ekonomis 7. Mudah diuji konsentrasi larutannya. 8. Stabil baik dalam bentuk pekat maupun dalam bentuk larutan. 9. Tidak korosif 10. Sesuai/ compatible dengan zat kimia lain dan peralatan. 11. Larut dalam air.
Karena larutan sanitasi yang ideal seperti di atas tidak mungkin ada, semua karakteristik harus dipertimbangkan untuk memilih zat kimia dan/atau metode yang tepat, efektif, dan efisien.
Source : https://www.academia.edu/34712453/CLEANING_DAN_SANITASI_PROSES_CLEANING

Sabtu, 19 Desember 2015

ANALISIS PARAMETER OPTIMAL DALAM PRODUKSI BIOETANOL JERAMI PADI DENGAN SISTEM BATCH BIOREACTOR

Berikut adalah sedikit tulisan saya sewaktu Mahasiswa dulu dalam aplikasi Bioproses untuk program yang mendukung masa depan Indonesia. Kala itu adalah tugas dan harapan yang ingin didapat dari Mata Kuliah Teknik Pengukuran dan Pengendalian Bioproses.

Suhu penting kaitannya dalam perkembangan dan aktivitas dari mikroba dalam bioreaktor, sehingga perlu kontrol suhu optimal.

Konsentrasi Karbohidrat penting untuk parameter input pada reaksi agar didapat bioetanol  (output) yang optimal. Karbohidrat yang dipakai sebagai substrat didapat dari pemecahan selulosa pada jerami padi, yang selanjutnya akan difermentasi dengan bantuan enzim. Biomassa berselulosa terbentuk dari tiga komponen utama yakni selulosa yang terkandung dalam dinding sel tumbuhan dan mendominasi hingga 50% berat kering tumbuhan. Jerami padi diketahui memiliki kandungan selulosa yang tinggi, mencapai 34.2% berat kering, 24.5% hemiselulosa dan kandungan lignin hingga 23.4%.
Skema Bioproses Produksi Bioetanol di dalam Bioreaktor

Trace Compounds of Biogas from Different Biogas Production Plants

RINGKASAN JURNAL
oleh : S. Rasi, A. Veijanen, J. Rintala
Jurusan Biologi dan Ilmu Lingkungan, Universitas Jyvaskyla, Finlandia

Sampel biogas diambil dari TPA kota dan limbah pabrik pengolahan lumpur mesofilik digester di JyvaSkyla, Finlandia dan dari peternakan pabrik biogas mesofilik di Laukaa, Finlandia. Di TPA dipelajari, gas dikumpulkan dari sistem sumur ekstraksi di area seluas 16 ha. Sistem dibangun pada tahun 2001 dan gas itu menyala sampai Desember 2003, karena ketika sebagian besar gas telah digunakan untuk district heating.
Ilustrasi Pembangkit Biogas

Rabu, 16 Desember 2015

Bioenergi Lokal Indonesia

Kebutuhan akan bahan bakar energi sebagai penggerak kehidupan manusia tidak dapat dihindari. Setiap hari manusia melakukan aktivitas pasti menggunakan energi, baik dari kebutuhan rumah tangga sampai industri pasti melakukan suatu usaha atau kerja. Semua kegiatan ini membutuhkan suatu energi dasar agar pekerjaan terus berlangsung sampai selesai. Kebutuhan energi selama ini yang berasal dari energi fosil sudah dipastikan akan habis dalam beberapa tahun mendatang dan Indonesia saat ini sudah terbilang ketinggalan dalam pengalihan ke energi berbasis energi baru terbarukan.

Sumber energi alternatif khususnya di Indonesia sangat banyak bisa dikonversi menjadi energi, baik energi listrik maupun energi minyak (bioetanol, biodiesel) sampai biogas. Potensi lokal setiap daerah memiliki keunggulan tersendiri, misal energi dari mikrohidro di suatu daerah yang memiliki air bergerak setiap waktu seperti air terjun atau sungai beraliran deras dapat dikonversi menjadi energi listrik, daerah laut yang memanfaatkan ombak lautnya, daerah yang memiliki panas bumi (Geothermal) sebagai pembangkit listrik, dan berbagai sumber dari biomasa baik di laut dan di daratan (termasuk hutan) dapat dikonversi menjadi bahan bakar biofuel (biogas, bioetanol, biodiesel, gas hidrogen gasifikasi). Semua bahan baku ini sudah tersedia di bumi Indonesia sangat banyak dan akan menjadi suatu keunggulan jika hal ini dapat discale-up menjadi skala besar dan diproduksi massal, maka tak heran jika suatu saat Indonesia dapat menjadi Negara lumbung Energi Alternatif terbesar di dunia. Kalau Arab Saudi selama ini menjadi negara terkaya akan minyak (fosil), maka Indonesia sejatinya adalah negara terkaya akan sumber minyak energi alternatif di masa depan.
Berikut adalah abstrak penelitian saya terkait penyediaan sumber Energi Alternatif (bioetanol) dari potensi lokal Pohon Pisang Kepok. Proses Pembuatan Bioetanol khususnya dari Pohon Pisang ini melalui beberapa tahap proses mulai dari Pretreatment, Hidrolisis (Sakarifikasi), Fermentasi dan Pemurnian (Destilasi dan / atau Dehidrasi), namun ada Proses Hidrolisis (Sakarifikasi) dan Fermentasi menjadi satu tahapan yaitu SSF (Solid State Fermentation), SHF (Separated Hydrolysis Fermentation).


Telah dilakukan pretreatment pada pohon (gedebog) pisang kepok terhadap kandungan selulosa menggunakan bantuan gelombang mikro (microwave) dan pelarut NaOH 0,5 M. Selulosa ini sangat penting dalam proses hidrolisis dan fermentasi untuk biokonversi menjadi bioetanol sebagai sumber karbon (gula). Riset ini membahas potensi penggunaan gelombang microwave dalam proses pretreatment batang pisang yang didapat dari desa Sumberjo Jombang. Metode pretreatment menggunakan microwave-NaOH dinilai lebih baik, karena selain interaksi yang terjadi antara gelombang micro dengan bahan pada saat pretreatment akan menghasilkan efek panas (heating), penambahan NaOH juga membantu dalam reaksi pemecahan lignoselulosa bahan. Rancangan percobaan menggunakan Rangkaian Acak Kelompok (RAK) yang tersusun atas 2 faktor yaitu volume pelarut NaOH dan lama waktu pretreatment . Ukuran serbuk batang pisang yang digunakan yaitu 100 mesh bermassa 40 gram dan besar daya microwave yaitu 950 watt. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik didapatkan pada perlakuan 500 mL dan lama waktu 40 menit, yaitu menghasilkan selulosa sebesar 27,265%, hemiselulosa 17,86% dan lignin 3,26%. Uji SEM menunjukkan kenampakkan sel telah rusak setelah dikenai paparan gelombang mikro (microwave). 


Kamis, 28 Agustus 2014

Dosen TEP Wakili Indonesia pada Kongres Ahli Control Dunia 2014 di Afrika Selatan

Dosen Jurusan Keteknikan Pertanian (TEP) Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (FTP UB), Yusuf Hendrawan, STP, M.App.Life Sc., Ph.D  menjadi satu-satunya delegasi dari Indonesia sekaligus pemakalah pada ajang Kongres Dunia The 19th World Congress of The International Federation of Automatic Control (IFAC) pada tanggal 25-29 Agustus 2014  di Cape Town International Convention Centre (CTICC), Cape Town, Afrika Selatan. IFAC World Congress merupakan forum internasional terdepan sebagai ajang ahli kontrol otomatis dari kalngan akademisi, pakar, peneliti, industri, ilmuwan maupun insinyur yang mengeksplorasi berbagai penelitian, inovasi, dan paten dalam bidang keilmuan dan teknologi kontrol otomatis.

Selasa, 12 Agustus 2014

Asap Hitam Solar Air Berkurang 60 Persen Dibanding Solar Murni

Bupati Kepulauan Seribu Asep Syarifudin bersama para Mahasiswa Teknik Mesin Trisakti yang menemukan Bahan Bakar Solar Air, diantaranya Dimas Airlangga, ketua panitia uji coba solar air, sesaat sebelum ujicoba solar air untuk mengelilingi 69 pulau di Kepulauan Seribu di Muara Angke, Minggu (10/8). 
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahasiswa program studi Teknik Mesin dari Fakultas Teknologi Industri Universitas Trisakti berhasil menciptakan inovasi bahan bakar yang mereka beri nama solar air sebagai pengganti solar biasa.
Solar air merupakan campuran dari solar 70 persen, zat adiktif 20 persen dan air 10 persen. Solar air diklaim mampu menghemat solar biasa hingga 10 persen termasuk biayanya. Bahan bakar ini juga diklaim berkekuatan sama dengan solar biasa.

Kamis, 29 Mei 2014

Keluarga Bidik Misi FTP Untuk ASE 1st

Dosen, Staff dan Mahasiswa Punya Peluang yang Sama Meraih Beasiswa Keluar Negeri

Ikatan Mahasiswa Penerima Beasiswa Bidik Misi Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) menyelenggarakan Seminar dan Pameran Beasiswa bertajuk Agritech Scholarship Event (ASE) di gedung FTP, Rabu (21/05/2014).
Ketua pelaksana Agus Susanto (TEP 2011) menjelaskan bahwa acara ini baru pertama kalinya digelar oleh keluarga Bidik Misi FTP. Harapannya adalah agar acara yang ditujukan untuk segenap mahasiswa UB ini dapat mengakses informasi seluas luasnya tentang beasiswa dalam dan luar negeri.