Apa yang Anda cari disini.?

Laman

Senin, 10 Maret 2014

Biokimia Teh vs Susu vs Madu




A. Definisi Flavonoid & Theaflavin serta manfaatnya sebagai antikanker dan antioksidan
Flavonoid telah menunjukkan manfaat kesehatan dari efek antioksidatif pada senyawa-senyawa kimia tanaman, yang sifatnya melengkapi kelompok hidroksil fenolik yang menempel pada struktur flavonoid. Menangkap radikal bebas adalah peran penting dalam aktivitas antioksidan pada senyawa flavonoid. Dalam beberapa tahun terakhir, flavonoid sebagai penangkap radikal bebas telah menarik perhatian karena memiliki sifat melawan radikal bebas.
Fungsi Antioksidan flavonoid sebagai penangkap radikal bebas dengan transfer hydrogen secara cepat pada radikal bebas. Pada umumnya, penangkapan radikal bebas tergantung pada struktur molekul dan pola substitusi kelompok hidroksil, misalnya ketersediaan hydrogen fenolik dan kemungkinan stabilisasi pada hasil  radikal fenolik melalui pengikatan hidrogen atau delokalisasi elektron. Nomor dan lokasi gugus OH pada fenol mempengaruhi keampuhan antiradikal.
Theaflavin dan Thearubigin adalah turunan dari polifenol yang akan menyebabkan warna teh menjadi gelap yang mana dua turunan ini juga termasuk pigmen.
Theaflavin adalah sejenis antioksidan alami. Kelompok hidroksi fenolik pada theaflavin memiliki aktivitas antioksidatif sebagai penangkap radikal atau logam dan separuh gallic acid juga penting.
Theaflavin memiliki empat senyawa pokok yaitu TF1, TF2A, TF2B, dan TF3. Theaflavin dapat mencegah preoksidasi lemak secara efektif atau memotong rantai reaksi pada oksidasi lipid. Theaflavin dapat mengendalikan tumor  dalam stage berganda pada karsinogenesis, yang secara signifikan menghambat aktivasi protein kinase. Pengaturan sinyal ekstraseluler dan terminal kinase NH2. TF3 memiliki efek menghambat lebih kuat juga dipercaya menekan proto onkogen dengan mengatur faktor transkripsi dan aktifitas yang berkorelasi dengan enzim.
Teh hitam telah menunjukkan efek perubahan pada tumor dengan mengubah aliran signal dalam sel tumor pada host tanpa mempengaruhi sel normal. Beberapa laporan mengemukakan bahwa komponen paling besar dan potensial pada black tea adalah polifenol, theaflavin, yang mengahambat dengan kuat aktifitas kinase  pada reseptor EGF dan PDGF karena masing-masing  terinduksi oleh EGF dan PDGF. Theaflavin menghambat EGF dari pengikatannya dengan reseptor. Mekanisme molekuler dari aktifitas anti-promotion theaflavin melibatkan penghambatan aktifitas transkripsi  yang tergantung AP-1 dan aktivitas pengikatan DNA.

B.     Pengolahan Teh Hitam
Teh hitam diolah melalui proses fermentasi dan dibagi menjadi dua jenis, yaitu teh orthodox dan teh CTC (Cutting, Tearing dan Curling). Fermentasi pada pengolahan teh tidak sama dengan fermentasi pada umumnya, karena dalam pengolahan teh tidak melibatkan mikroorganisme namun perubahan yang terjadi adalah sama yaitu perombakan molekul menjadi lebih sederhana / kecil yaitu dari polifenol menjadi theaflavin dan berubah menjadi thearubigin dengan cara reaksi oksidasi enzimatis dan di sinilah fungsi mengapa teh harus mengalami proses sortasi basah khususnya pada teh hitam. Adapun pengolahan teh ada 2 macam sebagai berikut :
a.       Teh Orthodox
Teh orthodox adalah teh yang diolah melalui proses pelayuan sekitar 16 jam, penggulungan, fermentasi, pengeringan, sortasi, hingga terbentuk teh jadi.



1.      Proses pelayuan yaitu menggunakan kotak untuk melayukan daun (whithering trought), merupakan kotak yang diberikan kipas untuk menghembuskan angin ke dalam kotak. Proses ini mengurangi kadar air dalam daun teh sampai 70%. Pembalikan pucuk dilakukan 2-3 kali untuk meratakan proses pelayuan.
2.      Proses penggilingan, yaitu bertujuan untuk memecah sel-sel daun agar proses fermentasi dapat berlangsung secara merata.
3.      Proses oksidasi. Setelah proses penggilingan selesai daun teh ditempatkan di meja dan enzim di dalam daun teh akan memulai oksidasi karena bersentuhan langsung dengan udara luar. Ini akan menciptakan rasa dan warna teh. Proses ini berlangsung sekitar 0,5 sampai 2 jam.
4.      Proses pengeringan yaitu menggunakan ECP drier ( Endless Chain Pressure drier) dan Fluid bed drier. Pada proses ini akan dihasilkan kadar air dalam produk sebesar 3-5%.


b.       Teh Hitam CTC (Cutting, Tearing, dan Curling)
Teh CTC yakni teh yang diolah melalui perajangan, penyobekan, dan penggulungan daun basah menjadi bubuk kemudian dilanjutkan dengan fermentasi, pengeringan, sortasi, hingga terbentuk teh jadi.
 

1.   Penyiapan bahan baku, yaitu bahan baku yang berupa pucuk halus dari hasil pemetikan medium murni, karena pucuk yang halus sangat membantu kelancaran proses penggilingan. Teh halus ini minimal harus 60% dan utuh.
2.   Pelayuan. Cara pelayuan pucuk untuk pengolahan teh CTC ini bisa mencapai 32%-35% derajat layu, dan kadar air 65%-68%. Proses pelayuan membutuhkan waktu 4-6 jam dan masih memerlukan pelayuan bahan kimia, sehingga pelayuan diperpanjang menjadi 12-16 jam.
3.  Pengayakan pucuk layu. Pengayakan ini sangat berguna dalam pengolahan, yaitu untuk memisahkan pucuk dari berbagai kotoran, seperti pasir, krikil, dan benda lainnya yang dapat menyebabkan tumpulnya pisau/gigi pada gilingaan CTC.
4.   Penggilingan. Mesin giling CTC mampu menghancurkan daun dengan sempurna, sehingga seluruh sel daunnya pecah, dengan demikian menghasilkan oksidasi enzimatis (fermentasi) senyawa-senyawa polifenol lebih banyak. Penghancuran daun yang merta ini akan menunjang terjadinya berbagai proses biokimia, antara lain adalah proses oksidasi enzimatis polifenol, perombakan pektin oleh enzim dan perombakan klorofil oleh enzim.
5.    Fermentasi. Fermentasi bubuk basah memerlukan suhu udara rendah 25oC dan kelembapan tinggi 90%-100%. Fermentasi pada pengolahan CTC ini dapat memakai fermentasi trays, dibeber dilantai atau continous fermenting machiner (CFM). Waktu fermentasi  antara 80-85 menit. Hasil fermentasi teh CTC lebih merata, karena bubuk basah lebih kecil dan rata.
6.      Pengeringan dilakukan sampai kadar air pada bahan mencapai 3-5%.
7.   Sortasi. Sortasi teh kering pada pengolahan CTC lebih sederhana dibandingkan dengan teh hitam orthodox. Keringan teh CTC ukurannya hampir seragam dan serat-serat yang tercampur dengan keringan hanya sedikit. Disamping memisahkan serat dan tangki, sortasi kering juga dapat memisahkan partikel-partikel teh yang ukurannya seragam.

Akibat perbedaan cara pengolahan, maka teh orthodox dan CTC memiliki perbedaan-perbedaan baik dari bentuk maupun cita rasanya.

Sedangkan, untuk pengolahan teh biasa seperti teh hijau dan teh jasmine memiliki proses pembuatan yang berbeda dengan teh hitam. Pada pembuatan teh hijau maupun teh jasmine tidak melalui proses fermentasi seperti proses pembuatan teh hijau. Proses pembuatan teh hijau antara lain:

  1. Proses Pelayuan
      Pucuk dari kebun diletakkan diatas balai yang berlobang-lobang dan dibawahnya di kipas angin supaya air apabila basah air bisa menetes ke bawah dan daun teh juga sudah bisa agak kering. lalu pucuk dimasuukkan ke dalam mesin layuan sekitar 5 menit dan ditiup didalam mesin layuan untuk mengeluarkan uap air supaya pucuk teh tidak seperti direbus. Proses pelayuan bertujuan untuk mematikan enzim sehingga tidak terjadi fermentasi. menurunkan kadar air sekitar 60%.
  1. Proses Pendinginan
Bertujuan untuk mendinginkan pucuk dari mesin layuan supaya daun tidak menggerombol
3.      Proses Penggulungan Daun
Dengan menggunakan mesin jacksonbertujuan untuk mengelupas kulit daun sehingga getah daun bisa keluar, getah daun itulah yang menghasilkan rasa sepat. proses penggulungan kira-kira 15-20 menit tergantung dari pucuk yang diterima apabila pucuk 3 daun cukup 15 menit
4.      Proses Pengeringan
·    Proses menggunakan ECP drier (endless chain pressure drier) dengan suhu 110-125 derajat celcius selama kurang lebih 30 menit sehingga kadar air berkurang 7-10% dari pucuk basah
·   Pengeringan kedua dengan menggunakan mesin repeat dengan suhu 110 derajat celcius selama kurang lebih 25 menit yang akan menghasilkan teh yang mulai menggulung sedikit dan kadar air berkurang 17-20% dari pucuk basah
·     Pengeringan dan pemolesan dengan suhu antara 80-90 derajat celcius selama 6 jam akan menghasilkan teh hijau yang menggulung dengan kadar air 4-6%
  1. Proses Sortasi 
                  Proses ini bertujuan untuk mendapatkan teh hijau dengan berbagai kualitas mutu :
·         Peko (daun pucuk)
·         Jikeng (daun bawah/tua)
·         Bubuk/kempring (remukan daun)

·         Tulang


C.    Faktor-faktor yang penting dalam proses pengolahan teh
Proses pengolahan teh merupakan tahap penting dalam menghasilkan bubuk teh yang berkualitas. Pengolahan daun teh bertujuan untuk mengubah komponen kimia daun teh segar secara terkendali, sehingga menjadi hasil olahan yang dapat memunculkan sifat-sifat yang dikehendaki dari air seduhannya seperti warna, rasa, dan aroma yang baik dan disukai. Dari setiap proses pengolahannya terdapat factor-faktor yang harus diperhatikan, diantaranya adalah suhu pada proses pengolahan, waktu pada proses pengolahan, tebal hamparan pada saat pemrosesan.
Untuk mengontrol faktor-faktor tersebut dibutuhkan pengontrolan yang sesuai, pada setiap proses pengolahan.
a.         Pada pelayuan:
Suhu:   Suhu pelayuan tidak boleh lebih dari 28oC, karena apabila suhu terlalu tinggi mengakibatkan protein enzim polifenol oksidase mulai terdenaturasi yang akanmenghambat atau bahkan tidak terjadi proses oksidasi enzimatis yang mempengaruhi kualitas teh hitam.
Lama Pelayuan: Pelayuan dilakukan antara 14 – 18 jam. Pelayuan yang terlalu lama akan menghasilkan teh yang memiliki seduhan yang berwarna gelap, rasa sepat, dan aroma yang kurang enak. Sebaliknya, apabila pelayuan terlalu cepat, maka pucuk layu akan sulit digulung dan sifat-sifat organoleptiknya akan berkurang.
 Tebal Hamparan: hamparan yang terlalu tebal akan dapat menyebabkan pelayuan tidak merata dan waktunya akan lama. Sedangkan bila hamparan terlalu tipis menyebabkan proses pelayuan terlalu cepat. Tebal hamparan pucuk segar pada pabrik sekitar 30 - 40 cm.

b.         Pada Proses Pengulungan, Penggilingan dan Sortasi Basah
Suhu ruangan : Suhu ruangan sortasi basah pabrik sekitar 20-24º C, untuk mempertahankan keaktifan enzim polifenol oksidase.
 Kelembaban ruangan : Untuk mencegah terjadinya penguapan air, kelembaban udara harus tinggi. Untuk menjaga kelembaban udara ruangan tetap tinggi (90-95%) digunakan alat berupa humidifier. Ada beberapa humidifier sebagai penghembus air sehingga ruangan menjadi lembab.
 Waktu penggilingan : Proses penggilingan harus dilakukan dengan cepat dan tepat waktu hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya over fermentasi. Apabila waktu giling terlalu cepat maka hasil giling tidak optimal.

c.         Pada fermentasi:
Suhu : fermentasi diusahakan tetap berada pada suhu antara 20-24oC. Apabila suhu ruangan fermentasi   rendah dapat menyebabkan kecepatan oksidasi berjalan lambat, begitu pula sebaliknya.
Kelembaban ruangan : Kelembaban ruang fermentasi dijaga agar tetap 90-95%. Apabila kelembaban udara di bawah 90% maka bubuk akan menjadi hitam.
Tebal Hamparan: Hamparan yang terlalu tebal dapat menyebabkan proses oksidasi enzimatis berlangsung lama. Sedangkan apabila hamparan bubuk terlalu tipis dapat menyebabkan proses oksidasi enzimatis lebih cepat. Sebaiknya bubuk dihamparkan merata sampai setebal 6 cm.
Waktu Fermentasi : Lamanya fermentasi dihitung sejak daun teh masuk ke dalam mesin penggiling sampai bubuk masuk ke mesin pengering yaitu 2 – 2,5 jam atau + 1 jam bubuk berada dalam ruang fermentasi. Jika waktu terlalu cepat dapat mengakibatkan banyak partikel teh masih berwarna hijau, terasa mentah dan masih banyak mengandung zat-zat polifenol yang belum teroksidasi.Sedangkan jika terlalu lama maka teh yang dihasilkan beraroma harum tetapi rasanya terlalu pahit.

d.        Pada Pengeringan:
Suhu : suhu yang digunakan adalah 50-55oC, karena jika suhu terlalu tinggi kadar sari teh menjadi rendah dan rasanya over, dan jika suh terlalu rendah fermentasi akan terulang lagi dan mempunyai sifat soft.
Tebal hamparan: jika  hamparannya terlalu tebal maka tidak kering merata sehingga bubuk berkerak/ gumpaln bubuk teh sulit dipisahkan, jika terlalu tipis bubuk teh banyak yang gosong.



D.    Ciri-ciri teh hitam yang berkualitas baik
Penentuan teh hitam  yang berkualitas itu diuji secara organoleptik yaitu meliputi:
-          Warna partikel teh hitam kering dinyatakan dengan kehitaman/kecoklatan/kemerahan.
-          warna air seduhan teh hitam jernih dan cerah
-          rasa air seduhan teh hitam kesegaran dan aromanya kuat
-          bau air seduhan teh hitam berbau khas teh hitam dan ada tidak bau asing
-          kenamakan ampas seduhan berwarna sangat cerah dan seperti tembaga
Selain itu dipengauhi faktor pengolahan dan faktor lain seperti, letak atau tinggi perkebunan di atas  permukaan laut, pemangkasan ranting-ranting, cara atau sistem pemetikan daun teh, dan jenis daun yang diolah.

E.     Beberapa fenomena menarik pada teh
Ketika potongan apel dimasukkan ke dalam segelas teh, akan terjadi perubahan biokimia baik pada teh maupun apel. Pada saat dimasukkan kedalam teh, apel tidak akan mengalami perubahan warna menjadi coklat (browning) seperti ketika apel dibiarkan saja di udara terbuka. Hal ini terjadi karena saat berada di udara terbuka, enzim polyphenol oksidase yang terdapat dalam buah apel akan teroksidasi dengan oksigen yang ada di udara bebas sehingga warna apel akan berubah menjadi warna coklat. Enzim polyphenol oksidase dengan bantuan oksigen akan mengubah gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol yang selanjutnya diubah lagi menjadi O-kuinon yang membentuk wana coklat.Sedangkan ketika apel dimasukkan ke dalam teh, terutama ketika teh tersebut masih panas, maka akan terjadi proses bleaching yaitu proses perusakan enzim polyphenol oksidase sehingga akan menghambat terjadinya proses browning. Selain itu, teh juga mengandung vitamin C yang dapat menghambat proses oksidasi pada apel. Vitamin C juga dapat mengikat enzim polyphenol oksidase yang tidak rusak selama proses bleaching sehingga meskipun telah lama dimasukkan dalam teh, apel tidak akan mengalami perubahan warna. Apel justru akan mempengaruhi rasa teh tersebut menjadi lebih enak dan unik.
Protein kasein yang terdapat pada susu dapat menurunkan sejumlah komponen yang terdapat pada teh, yaitu catechin, yang memiliki kemampuan melawan penyakit jantung (Stangl et.al, 2007). Riset yang dilakukan Stangl menemukan bahwa protein kasein susu memblokir efek teh. Protein ini secara spesifik mengikat bahan kimia teh yang mengendurkan aorta tikus, terutama katekin, yang disebut EGCG. Katekin adalah sejenis polifenol, bahan kimia yang dianggap bertanggung jawab atas efek menyehatkan dari secangkir teh (Verena Stangl dari Charité Hospital di Berlin, 8 Januari 2007).
Reaksi secara biokimia antara katekin teh dan protein kasein susu yang lebih khusus L-kasein akan mengakibatkan penurunan fungsi dari katekin, yang mana L-kasein susu akan mengikat katekin teh, maka secara otomatis efek / fungsi antioksidan dari katekin akan berkurang.
Teh hitam sangat bermanfaat meningkatkan aliran darah bila dibandingkan dengan cairan lainnya. Namun saat dicampur dengan susu, maka efek tersebut akan hilang. Uji coba juga dilakukan terhadap hewan tikus. Saat tikus tersebut diberikan teh hitam, maka produksi natrium oksidanya akan meningkat sehingga meningkatkan dilatasi pembuluh darah. Namun dengan pemberian susu, maka efek tersebut akan terhambat.
Pada penelitian Susanti (2012), dilakukan pengukuran berat badan tikus setiap minggu serta perhitungan asupan pakan masing-masing kelompok perlakuan. Data tersebut diperlukan untuk konfirmasi apakah terjadinya perubahan secara fisik (perubahan berat badan) juga menyebabkan perubahan secara biomolekuler yaitu ekspresi MMP 9. Pada kelompok perlakuan katekin dosis II menunjukkan bahwa  asupan pakan tertinggi tetapi berat badannya paling rendah. Ini menunjukkan bahwa katekin dosis II mampu menurunkan berat badan meskipun asupan pakan banyak.

Hasil pengukuran ekspresi MMP9 dengan metode ELISA adalah sebagai berikut (Susanti, 2012):


Keterangan : * Notasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang signifikan sedangkan notasi yang sama menunjukkan perbedaanyang tidak signifikan.
Penentuan objek penelitian dengan Rancangan Acak Lengkap dengan lima perlakuan, yaitu :
1.      Tikus dengan diet pakan standart
2.      Tikus dengan diet tinggi lemak,
3.      Tikus dengan diet tinggi lemak + katekin 3 mg/hari
4.      Tikus dengan diet tinggi lemak + katekin 6 mg/hari
5.      Tikus dengan diet tinggi lemak + katekin 24 mg/hari.
Perlakuan dilaksanakan selama 60 hari. Tikus dibedah setelah 60 hari perlakuan diambil jaringan aortanya.
Gambar A. Hasil pengukuran ekspresi MMP 9 masing- masing kelompok perlakuan (1) kontrol negatif (2) kontrol positif (3) Katekin dosis I (4) katekin dosis II (5) katekin dosis III

Kontrol positif dengan diet tinggi lemak menunjukkan peningkatan ekspresi MMP 9 dibandingkan dengan kontrol negatif. Sedangkan katekin dosis II, III menunjukkan penghambatan peningkatan ekspresi MMP9 karena pemberian diet tinggi lemak. Sedangkan dosis I menunjukkan peningkatan ekspresi MMP 9 dibandingkan dengan kelompok pemberian diet tinggi lemak.
Katekin dengan aktivitasnya sebagai antioksidan mampu menurunkan ox-LDL yang dapat menginduksi terbentuknya beberapa sitokin yang dapat mengaktivasi jalur sinyaling melalui MAPK yang menyebabkan tingginya ekspresi MMP 9. Penurunan ekspresi MMP 9 ini menunjukkan bahwa katekin dapat digunakan sebagai agen untuk mencegah terjadinya rupture plak yang menjadi salah satu penyebab penyakit jantung dan pembuluh.
Katekin dosis II dapat dikatakan dosis yang optimal karena selain mampu menurunkan berat badan juga mampu menghambat peningkatan ekspresi MMP 9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa diet tinggi lemak berpengaruh terhadap peningkatan ekspresi MMP 9 pada aorta hewan coba secara signifikan. Kondisi ini diduga terjadi stimulasi berlebihan pada jalur signaling MAPK. Produksi MMP9 pada makrofag diperantarai oleh kaskade asam arachidonat. Salah satu kunci pada kaskade tersebut adalah grup IVA PLA2 ( Phospholipase A2. Ox-LDL menginduksi peningkatan MMP9 ditandai dengan penurunan IVA PLA2 makrofag. Pemberian diet tinggi lemak menyebabkan tingginya ox-LDL sehingga menyebabkan tingginya ekspresi MMP9.
Telah diketahui terdapat beberapa bahan yang tidak boleh dicampurkan dengan minuman teh, karena menyebabkan ketidak efektif gizi yang diserap, seperti susu atau bayam misalnya. Tapi bagaimana dengan penambahan madu dalam teh. Berbeda dengan susu atau bayam. Riset yang pernah dilakukan oleh Daniel Fung menggunakan ekstrak teh dan madu pada medium cair, di peroleh hasil penurunan yang signifikan pada bakteri Listeria monocytogenes hingga 10-20%. Listeria monocytogenes merupakan bakteri berbahaya yang ditemukan pada susu mentah, es krim, keju lunak, dan daging ikan mentah atau ikan asap. Sehingga dapat disimpulkan penambahan madu pada minuman teh menjadi sangat baik terutama bagi mereka yang suka mengkonsumsi es krim, daging, dan ikan.

A.    Perbedaan teh hitam dengan teh hijau
Perbedaan
Teh hijau (Green tea)
Teh hitam (Black tea)
Pengolahanya
1.      Tanpa fermentasi
2.      Oksidasi pada katekin dicegah dengan menginaktifkan enzim fenolase melalui proses pemanasan
3.      Setelah daun teh di petik langsung diolah
1.      Melalui proses fermentasi penuh
2.      Tanpa menggunakan mikrobia sebagai sumber enzim saat fermentasi, melainkan oleh enzim fenolase
3.      Oksidasi berlangsung selama 2 minggu hingga 1 bulan
Warna teh
Hijau
Merah kehitaman
Rasa
1.      Pahit
2.      Kehilangan rasa dalam setahun
1.      Sepet dengan aroma yang kuat
2.      Tidak kehilangan rasa bahkan hingga bertahun-tahun
Antioksidan
Katekin (polifenol)
Sebagian besar katekin dioksidasi menjadi teaflavin dan tearubigin
Lainnya
Mengandung vitamin C yang tinggi dan beberapa vitamin lainnya
Mengandung lebih banyak kafein dari teh hijau

File




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah meninggalkan lapak Anda disini.