Saat kau mencoba untuk menemukan
sebuah kunci di bawah rong-rong kehidupan, di sela-sela kesibukan dan
kebisingan dunia, mampukah semua asa yang kita pendam dapat terbuka dengan
kunci yang telah lama kita cari. Langkah demi langkah yang kian menelusur
hingga tak kenal lelah walau hati berbicara
“stop” dengan semua keadaan yang memikul dan memukul akan kerasnya
hidup. Satu jalan menuju tujuan hidup yang kita damba, untuk satu tujuan
“kebahagiaan” yang sejati dimana tak tahu apa yang harus dilakukan dan
ditentukan. Kala sirine kehidupan telah berakhir, tak mampu lagi pemadam api
yang bisa menjinakkan Raja dari Raja Si Jago Merah. Lantas apa yang harus kita
perbuat agar tak menyesalinya di kemudian hari itu.?
Sajak dan bait yang terangkai tak
sesuai kaidah-kaidah puisi kehidupan, membuat semua manusia lalai akan
sejatinya berpuisi dalam hidup. Mungkin mudah merangkai kata menjadi kalimat
seperti yang sering aku perbuat. Namun sejatinya tak semuanya itu sejalan
dengan kehidupan yang sesungguhnya. Beribu lilin penerang datang dan memberi
sapaan hangat, dengan terangnya mereka mengundang makhluk-makhluk kecil dan
menari-nari di sekitarnya. Yah, sebuah motivasi yang dapat menghadirkan
lilin-lilin kecil untuk meriangkan hati makhluk-makhluk kecil.
Dengan berjalan, singa kecil itu
berfikir mengapa lilin-lilin kecil bisa mendatangkan makhluk-makhluk kecil,
namun apa yang didapatnya itu dia rasa tak ada. Kala di sebuah sungai kecil
mengalir dengan gemericik airnya yang jernih Singa Kecil itu meminum dengan di bawah
teriknya matahari. Setelahnya, dia berteduh di bawah pohon kecil nan buahnya
yang lebat dengan lamunan dia berfikir dan membandingkan dengan pohon beringin
yang beberapa meter tak jauh berada di sebelahnya, mengapa pohon beringin yang
besar itu tak mempunyai buah besar seperti pohon itu sendiri, beda dengan pohon
kecil ini yang mempunyai buah besar yang didambakan oleh semua makhluk hidup di
sekitarnya. Lantas dia tak kuat memutar otak kanan-kirinya memikirkan dimana
letak keadilan Tuhan atas pohon-pohon itu dan tak lama tidurlah Singa Kecil nan
polos tadi.
Dalam mimpinya, dia terbangun
karena hari mulai terik lagi dan lagi. Dia berganti tempat di bawah pohon
beringin nan lebat dan besar yang tak jauh dari tempatnya bersandar di bawah pohon
kecil. Dengan nada yang tak terlalu geram dia berkta, “hai beringin, mengapa
buahmu tak sebesar buah pohon sebelah.? Padahal kau pohon yang besar, punya
akar yang kuat, umurmu puluhan bahkan bisa sampai ratusan tahun”. Sambil
merebahkan tubuhnya di bawah akar-akar beringin dan angin sepoi-sepoi yang menyapa
Beringin menyambutnya dan menjawab, “Hmm... . wahai Singa Kecil apa kau
meragukan dengan semua pemberian Tuhan.?, ada saatnya kau akan berfikir nanti
mengapa aku yang sebesar ini tak berbuah sebesar dan seenak buah dari pohon
yang ada di sebelahku itu”. “Lantas apa kau juga tak kesalkah dengan semua
kehidupan itu.?”, tanya Singa Kecil lagi. “Sudah, sekarang istirahatlah di
pangkuan akar-akarku ini”, jawab Beringin.
Tak lama angin yang tadi mengalun
lembut menyapa kulit bertambah dengan kencangnya dan menghempas pohon kecil dan
menjatuhkan buah-buah yang besar itu nan manis. Buah-buah masak, manis nan
merah yang mengkilap berjatuhan mengundang semut-semut kecil dari sarangnya
yang berada di sela-sela akar beringin. Dengan wajah polos dan lucu Singa Kecil
mengembuskan nafasnya sambil dia mengikuti dan mengamati gerak-gerik
semut-semut yang menuju buah-buah tadi. Dia lihat semut-semut yang tampak
kompak dalam bergotong-royong, makan bersama diantara mereka, bahu-membahu
dengan kehidupan mereka yang terlihat semakin damai. Sahutan Beringin berjarak
dua meter mengagetkan Singa Kecil, “Itulah keadilan Tuhan”. Dengan memutar
kepala Singa Kecil itu belum mengerti akan kalimat Beringin dan dia kembali
mencemati semut-semut. Tak lama Singa Kecil itu kaget lagi dengan jatuhnya buah
yang lebih besar lagi dari pohon kecil yang tak jauh pula dari tepi sungai yang
dia minum. Dengan tertawa puas, Beringin berucap kembali, “belum sadarkah juga
kau Singa Kecil akan letak keadilan Tuhanmu.?”. Wajah polos nan lucu dan taring
yang belum terlihat buas dari Singa Kecil itu dia mengaum dengan keras dan
bicara, “aku sedikit mengerti Beringin, jika buah ini tak jatuh dan pecah maka
semut-semut itu tak akan dengan mudah mencari makan, maka dari itu Tuhan
menghempaskan pohon kecil ini dan menjatuhkan buahnya kan.? Yah itulah keadilan
Tuhan”. Dengan senyum ringan Beringin menjawab, “Lantas Tuhan adil dimana
terhadapmu Singa Kecil.?”. Berfikir keras Singa Kecil itu setelah mendengar
kalimat terakhir dari Beringin.
Sontak Singa Kecil tersadar dari
tidur lelapnya karena buah dari pohon kecil yang dia sandari jatuh ke
kepalanya. Dengan kaget dan senang dia rasakan setelah itu dengan memadukan
cerita dalam mimpinya tadi. Singa Kecil itu berangan, “andai buah yang jatuh
ini sebesar mengikuti pohonnya, mungkin kepalaku akan pecah, beruntung buah
yang jatuh ini kecil bukan yang besar seperti di mimpi tadi dan apabila aku
tidur di bawah beringin yang besar itu dan jika buahnya juga lebih besar jatuh
karena angin, entah apa jadinya kepalaku, yah inilah keadilan Tuhan yang tak
pernah terbesit di kepalaku”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah meninggalkan lapak Anda disini.